Friday, May 20, 2016

Unsur Intrinsik pada Novel Dilan 2 Karya Pidi Baiq Cetakan ke-9



Novel Dilan, baik yang bagian pertama maupun bagian kedua, karya Pidi Baiq ini memang salah satu novel terlaris di 2015. Bukan hanya remaja-remaja yang dibuat terpana akan sosok Dilan, tetapi Dilan berhasil membuat mereka yang menjadi remaja ditahun 90-an kembali mengingat kenangan. Setelah membaca Dilan bagian kedua ini, tema yang paling mendasar pada novel ini ialah percintaan. Mengapa? Karena novel Dilan bagian kedua ini merupakan lanjutan dari bagian pertama, menceritakan bagaimana berpacaran tokoh Dilan dan Milea berlangsung.
Judulnya hampir sama, tetapi Cuma beda tahunnya saja. Buku kedua ini adalah periode berikutnya yang akan menceritakan saat-saat aku sudah mulai berpacaran dengan Dilan di tahun 1991!” (2016:26)
Novel Dilan bagian kedua maupun pertama memang lebih memiliki tema yang kuat soal percintaan. Pembaca yang berasal dari Bandung atau setidaknya memiliki masa remaja di Bandung pada tahun 1990-an akan mengena sekali ketika membaca kedua novel ini. Latar sebuah novel bisa dibagikan menjadi tiga kelompok, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana. Saya sudah mengatakan bahwa pembaca yang berasal dari Bandung atau setidaknya memiliki masa remaja di Bandung pada tahun 1990-an akan mengena sekali ketika membacanya, karena latar tempat yang sebagian besar dialami pada novel Dilan 2 ini berada di Bandung. Selebihnya, ada bagian akhir pada novel ini yang menyatakan bahwa latar tempatnya berada di Jakarta.
Rasanya, jalan itu, Jalan Buah Batu itu, bukan lagi milik Pemkot, bukan lagi milik Bapak Ateng Wahyudi (Wali Kota Bandung waktu itu), melainkan milik aku dan Dilan. Sebagai keindahan yang nyata bahwa Dinas Bina Marga telah sengaja membuat jalan itu memang khusus untuk kami. Khusus untuk merayakan hari resmi kami mulai berpacaran pada hari itu.” (2016:28-29)
Hari itu, aku janji menjemput Mas Herdi, untuk pergi bersama-sama ke acara ulang tahun anaknya Pak Samsu, bosnya Mas Herdi di daerah Jalan Bangau VI, Jakarta.” (2016:325)
Latar tempatnya memiliki perubahan di akhir novel, dari Bandung berpindah ke Jakarta. Latar waktu sudah tidak bisa diragukan lagi, yang paling dominan ialah pada saat tahun 1991. Judulnya Dilan Bagian Kedua-dia adalah Dilanku Tahun 1991, sudah menonjolkan bahwa cerita dalam novel ini menyatakan waktunya pada tahun 1991. Namun, di awal novel sempat ada sisa waktu pada tahun 1990 dan di akhir novel ini ada sepenggal cerita pada tahun 1997, enam tahun setelahnya.
Waktu itu, tanggal 22 Desember 1990, sekitar pukul tiga sore, aku dan Dilan berdua naik motor menyusuri Jalan Buah Batu untuk mengantar aku pulang.” (2016:28)
Itu sudah Sabtu sore, tanggal 7 Juni 1997.” (2016:325)
Di novel sebelumnya, suasana yang tercipta lebih terasa humor dan romantisnya. Namun, di novel Dilan bagian kedua ini lebih ke arah mengharukan. Banyak sekali kejadian yang membuat pembaca banjir air mata pada novel kedua ini. Berlawanan sekali dengan novel pertama yang dipenuhi kekonyolan dan keromantisan yang dilakukan Dilan, pembaca berhasil dibuat tertawa atau setidaknya tersenyum membacanya.
Alasan yang kuat novel bagian kedua ini sangat mengharukan, karena puncak dari kisah Dilan dan Milea dalam cerpen ini ialah berakhirnya hubungan mereka. Sebelum berakhirnya hubungan mereka, ada sedikit masalah mengenai Dilan melakukan balas dendam, persoalan Yugo terhadap Milea, sampai rasa khawatir Milea yang berlebihan karena saat itu posisinya sudah sebagai pacarnya Dilan, bukan teman.
Di atas, saya sudah menjelaskan tema dan latar pada novel Dilan bagian kedua ini. Setelah itu saya akan menceritakan tokoh-tokoh yang terlibat dalam novel ini. Mungkin, hanya sebagian tokoh yang akan saya ceritakan. Langsung saja yang pertama, Dilan. Karena judul novel saja menggunakan nama Dilan, maka dari itu saya akan menceritakan Dilan itu seperti apa.
Dilan, sampai sekarang saya masih tidak mengetahui nama panjang yang Dilan miliki. Karakter Dilan di novel ini dibuat menjadi seseorang yang humoris, romantis, bandel, dan pintar. Bila kalian membaca novel Dilan bagian pertama pasti mengerti mengapa Dilan dikatakan humoris, namun di novel ini humorisnya Dilan sedikit berkurang. Semua wanita yang membaca novel ini pasti bilang bahwa Dilan romantis, ia berbeda mengungkapkan rasa sayangnya terhadap seorang wanita. Lalu, bandel disini karena ia sering terlibat persetuan ketika sekolah mengalami ancaman baku pukul dengan sekolah lain. Dilan pintar, posisinya selalu menjadi juara kelas, atau setidaknya menjadi yang kedua di kelas.
“Malahan, kalau kamu ninggalin aku, aku gak bisa apa-apa,” kata Dilan.
Aku diam.
“Bisaku cuma mencintaimu,” katanya tersenyum. (2016:237)
Setelah Dilan, ada Milea. Milea di novel ini memiliki karakter setia, khawatiran, dan emosian. Karakter setia milik Milea ini sangat jelas ditonjolkan ketika hadirnya Yugo yang berusaha mendekatinya, namun Milea tetap kepada Dilan. Lalu, Beni yang saat itu mampir ke rumah Milea dan terlihat ingin kembali pada Milea, namun Milea tidak menggubrisnya. Pak Dedi pun berusaha mendekati Milea tapi tidak digubris. Khawatir dan emosinya terlihat ketika berusaha mencegah Dilan.
“Ikuti mauku!”
Dilan diam, memandangku.
“Ikuti mauku, jangan nyerang! Atau, kita putus!!!” kataku. (2016:147)
Lalu ada ibunya Milea yang memiliki karakter penuh kasih sayang. Terlihat pada saat Dilan masuk penjara, ibunya Milea tetap menenangkan anaknya itu. Bunda, ibunya Dilan memiliki karakter hampir sama dengan ibunya Milea. Bunda lebih memiliki karakter penenang bagi Milea. Karakter bunda dan ayahnya Dilan sebenarnya sama dengan Dilan, humoris. Ketika Milea berkunjung ke rumah Dilan, ayahnya Dilan yang menurut perkiraan akan galak, namun ternyata humoris.
Ada Airin, adik Milea, yang suka meledek. Si Bibi yang polos ketika diajak bercanda oleh Dilan. Bang Fariz yang tetap menjaga rahasia Milea berpacaran dengan Dilan. Wati, sahabat dekat Milea yang benar-benar pengertian akan semua kondisi Milea. Rani pun sama dengan Wati. Ada Beni, karakter Beni di novel ini ikhlas, melepas Milea yang sudah punya pacar. Yugo, yang ternyata bertingkah semaunya dan tidak tahu diri. Merasa yakin bahwa Milea juga punya rasa yang sama.
“Nanti, saya ajak ayahmu panco,” kata ayahnya Dilan sambil ketawa. “Saya harus menang.”
“Kenapa?” kutanya sambil senyum.
“Biar anaknya bolehdinikahi anak saya.”
“Hahaha.” (2016:219)
Tema sudah, latar sudah, tokoh beserta penokohannya sudah. Sekarang saya akan membahas tentang alur. Alur yang kita kenal ada tiga, yaitu alur maju, alur mundur, dan alur maju mundur. Menurut saya, alur pada novel Dilan bagian kedua ini ialah maju mundur. Karena pada pembukaan novel ini diceritakan Milea yang berada di tahun 2015. Lalu, ia menceritakan kembali kejadian pada tahun 1991 untuk melanjutkan buku pertamanya.
Malam ini, Minggu, tanggal 25 Januari 2015, pukul 22:19 Waktu Indonesia bagian Barat dan sepi, aku sedang di kamarku menikmati kopi susu, setelah tadi baru selesai shalat Isya, dan terus makan rambutan yang kubeli sepulang dari mengantar suamiku ke stasiun kereta api karena ada urusan pekerjaan di Cirebon. Sedangkan, anakku sudah tidur di kamarnya dari sejak pukul sembilan tadi.” (2016:13-14)
Dan, yang terakhir akan saya bahas ialah gaya bahasa yang digunakan Pidi Baiq untuk menulis novel ini. Gaya bahasa yang digunakan jelas seperti pada kesehariannya. Sehingga mudah dipahami untuk sekali baca. Dan, kata-kata yang sulit untuk diartikan pun tidak ada. Disini yang membuat pembaca menyukai karyanya, selain cerita yang dibawakan berkisah percintaan pada masa tahun 1990-an, gaya bahasa yang digunakan pun ringan.

1 comments:

  1. Ak sndiri udah baca 2x.. Ngga bosen2 hhe,ending nya bagus tapi bikin netes aja 😢 belum rela aja klo si dilan harus pisah sama lia(milea)

    ReplyDelete