Pertama
kali yang terlintas di benak saya ketika membaca pembukaan cerpen Langit Makin
Mendung karya Ki Pandji Kusmin bahwa ini cerpen religi. Lagi-lagi saya harus
membaca cerpen religi setelah Godlob karya Danarto dan Robohnya Surau Kami
karya A.A. Navis. Namun, setelah saya melanjutkan paragraf selanjutnya,
penggunaan gaya bahasa yang digunakan oleh Ki Pandji Kusmin ini tidak menandakan
bahwa cerpen tersebut bertema religi, bahkan jauh dari kata religi. Di
pembukaan cerpen ini mengisahkan seorang nabi, Muhammad salallahu’alaihiwassalam,
yang merasa jenuh tinggal di surga. Nabi Muhammad salallahu’alaihiwassalam
meminta kepada Allah untuk menurunkan ia ke bumi, melihat apa yang sebenarnya
terjadi pada umatNya hingga banyak yang masuk ke dalam neraka, bukan surga.
Sunday, June 5, 2016
Cinta atau Murka? dalam cerpen “Godlob” karya Danarto
Di
awal mendengar nama dari judul cerpen tersebut, saya mulai tertarik, Godlob. Mungkin hanya satu karya yang
menggunakan nama Godlob menjadi
judul, karena memang kata itu asing di telinga saya. Rasa penasaran itu
diteruskan dengan mencari tahu apa arti nama tersebut dengan bantuan mesin
pencaharian saat ini, Google. Setelah dicari, ada dua arti yang berbeda dalam
kata Godlob ini. Yang pertama, kata Godlob merupakan dua kata yang
digabungkan, yakni kata God (dalam bahasa Inggris berarti Tuhan) dan Love
(dalam bahasa Inggris berarti Cinta). Yang kedua, kata Godlob merupakan kata
dari bahasa Arab “ghadhab”, yang berarti kemurkaan. Sebelum membaca cerpen
Godlob ini, jelas saya tidak mengerti apa yang akan diceritakan Danarto karena
ada dua arti yang berbeda jauh satu sama lain.
Antara Barat dan Timur dalam Cerpen Seribu Kunang-kunang di Manhattan Karya Umar Kayam
Cerpen tidak akan bisa menjadi sebuah karya yang abadi apabila
pembaca tidak turut serta dalam proses abadinya. Sebuah karya dikatakan
berhasil apabila para pembaca dan kritikus sastra membicarakan karya tersebut.
Bila gajah mati meninggalkan gadingnya dan harimau mati meninggalkan belangnya,
maka penulis mati meninggalkan karyanya.
Sama halnya dengan Umar Kayam, ia mati meninggalkan karyanya. Salah
satu karyanya yang akan saya bahas di sini ialah cerpen Seribu Kunang-kunang
di Manhattan. Sebelum lebih dalam membahas apa-apa saja yang ada dalam
cerpen ini, ada baiknya saya akan memperkenalkan Umar Kayam terlebih dahulu.
Keadaan Sia-sia dalam Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis
Cerpen
Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis menurut saya pribadi sangat menarik. Mulai
dari cara pembungkusan cerita menjadi sebuah cerpen yang unik hingga
pengambilan kata-kata yang indah, itu menurut saya. Bahkan, cerpen ini salah
satu dari sekian banyak cerpennya yang paling fenomenal. Menurut majalah sastra
Kisah, cerpen Robohnya Surau Kami menjadi salah satu cerpen terbaik.
Ada
pepatah yang mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang. Sebelum lanjut lebih
mendalam tentang cerpennya yang berjudul Robohnya Surau Kami dalam buku
kumpulan cerpen yang berjudul Robohnya Surau Kami, lebih baik kita mengenal
lebih dahulu siapa A.A Navis sebenarnya.
Paus Sastra dari Gorontalo
Hans Bague Jassin atau
yang lebih dikenal dengan sebutan HB. Jassin adalah seorang pengarang,
penyunting, dan kritikus asal Gorontalo. Lahir di Gorontalo, 13 Juli 1917 -
meninggal di Jakarta, 11 Maret 2000. Anak dari ayahnya yang bernama Bague Mantu
Jassin, seorang Kerani Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), dan ibunya
bernama Habiba Jau. Julukan Paus Sastra pun menempel pada dirinya yang
diberikan oleh sastrawan Gajus Siagian. Saat itu memang keadaannya berkembang
bahwa seseorang dianggap sastrawan apabila sudah sah dibaptis oleh HB. Jassin
sendiri. Walaupun terdengar berlebihan, namun begitulah adanya. Gelar ini
menunjukkan betapa besarnya wibawa dan pengaruh Jassin terhadap kehidupan
sastra di negeri kita. Juga betapa tingginya penghormatan para sastrawan atas
dirinya.
Kerelaan Hati Seorang Zulbahri dalam Cerpen “Ave Maria
Ave Maria merupakan salah satu cerpen
dalam karya Idrus yang berjudul Dari Ave Maria ke Jalan Lain Roma. Cetakan
pertama pada tahun 1948. Disini saya akan sedikit membahas unsur-unsur
instrinsik yang ada dalam cerpen tersebut.
Pertama ialah tema. Menurut saya tema
dalam cerpen tersebut adalah percintaan. Dijelaskan dalam cerpen bahwa Zulbahri
rela meninggalkan istrinya hanya untuk berbahagia dengan Syamsu. Di dalam
cerpen juga diceritakan bahwa dahulu, Wartini dan Syamsu saling memiliki rasa.
Lalu ada alur. Dalam cerpen ini alur
yang digunakan alu maju-mundur atau disebut juga alur linear. Dibuktikan dengan
Zulbahri menceritakan dirinya di masa silam kepada sepasang suami-istri yang
setiap hari dikunjunginya hanya untuk mengambil beberapa bacaan di kolong meja
bundar. Disitulah terjadi alur mundur dan terakhir bercerita kembali ke alur
maju.
Sudut pandang yang ada dalam cerpen ini
ialah sudut pandang orang ketiga. Ini karena penulis tidak menampilkan siapa
dirinya dalam cerpen tersebut.
Subscribe to:
Posts (Atom)