Sunday, June 5, 2016

Sayap Kiri vs Sayap Kanan dalam Cerpen Langit Makin Mendung karya Ki Pandji Kusmin



Pertama kali yang terlintas di benak saya ketika membaca pembukaan cerpen Langit Makin Mendung karya Ki Pandji Kusmin bahwa ini cerpen religi. Lagi-lagi saya harus membaca cerpen religi setelah Godlob karya Danarto dan Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis. Namun, setelah saya melanjutkan paragraf selanjutnya, penggunaan gaya bahasa yang digunakan oleh Ki Pandji Kusmin ini tidak menandakan bahwa cerpen tersebut bertema religi, bahkan jauh dari kata religi. Di pembukaan cerpen ini mengisahkan seorang nabi, Muhammad salallahu’alaihiwassalam, yang merasa jenuh tinggal di surga. Nabi Muhammad salallahu’alaihiwassalam meminta kepada Allah untuk menurunkan ia ke bumi, melihat apa yang sebenarnya terjadi pada umatNya hingga banyak yang masuk ke dalam neraka, bukan surga.
Sebelum menuju kepada topik utama, cerpen itu sendiri. Ada baiknya bila saya memperkenalkan penulis cerpen ini terlebih dahulu. Ki Pandji Kusmin merupakan nama pena yang dilampirkan dalam kiriman cerpen di Majalah Sastra yang dipimpin oleh HB Jassin. Awalnya, Ki Pandji Kusmin menolak memberitahukan nama aslinya. Namun, identitas asli Ki Pandji Kusmin dibongkar sendiri. Ia mengaku memiliki nama asli Soedihartono, seorang kadet Akademi Pelayaran Nasional yang tengah menjalani ikatan dinas selama enam tahun di Jakarta.
Ki Pandji Kusmin menolak yang berpendapat bahwa dirinya menghina ajaran Islam. Justru cerpen tersebut dimaksudkan sebagai bentuk komunikasi langsungnya dengan Tuhan dan Nabi Muhammad dalam bentuk cerita yang memang sensitif. HB Jassin pun dijadikan bahan percobaan penahanan selama setahun karena sudah menerbitkan cerpen ini di Majalah Sastra binaannya.
Cerpen Langit Makin Mendung merupakan cerita ketika pada masa Soekarno. Namun, karena baru diterbitkan pada masa orde baru, kurang mendapat tempat yang pas untuk cerpen itu sendiri. Padahal cerpen tersebut bila diterbitkan pada masa Soekarno, akan terasa dampaknya.
Latar belakang yang akan saya paparkan bukan saat pascakomunisme, tetapi saya akan memaparkan pada saat komunisme itu berlangsung. Ada kata sputnik di dalam percakapan Nabi Muhammad dan Jibril,
“benda apa di sana?” Nabi keheranan
“orang bumi bilang sputnik! Ada tiga orang di dalamnya, ya Rasul.”.
Sputnik merupakan pesawat luar angkasa yang dikirim ole Uni Soviet. Di cerpen diceritakan bahwa pembuat pesawat luar angkasa ini seorang kafir, namun otak mereka pandai sehingga mampu mengirim objek buatan manusia pertama ke orbit Bumi
Lalu ada percakapan yang mengatakan bahwa pembuat sputnik ini pengikut Marx dan Lenin. Marx atau nama lengkapnya Karl Marx menerbitkan paham ideologi komunisme pada 21 Februari 1848 dan pernah menjadi salah satu gerakan yang paling berpengaruh dalam dunia politik. Lenin sendiri meracik ideologi komunisme menjadi komunis internasional. Kawan Mao yang digunakan pada cerpen, Mao Zedong merupakan pencipta idologi komunisme di Tiongkok dengan menyatukan berbagai filsafat kuno dari Tiongkok dengan Marxisme yang kemudian ia sebut sebagai Maoisme.
Indonesia memang sempat merencanakan pengganyangan terhadap Malaysia pada masa orde lama tersebut. Ki Pandji Kusmin sengaja memasukkan peristiwa itu dengan sindiran halus yang dibawa oleh percakapan Nabi Muhammad dan Jibril,
“Aneh. Gilakah mereka?”
“Tidak, hanya berubah ingatan. Kini mereka akan menghancurkan negara tetangga yang se-agama!”.
Lalu, ada cerita kehidupan sosial bangsa Indonesia pada masa orde lama, ketika ada copet atau jambret apa yang biasanya terjadi pada sekitarnya, hukum di Indonesia yang masih lemah dihadirkan juga dalam cerpen ini ketika sang copet hanya dipukuli bukan dipotong tangannya dengan alasan tidak mampu membeli pedang impor, dan kehidupan para pelacur. Pada kesimpulannya, cerpen ini dibuat untuk menggambarkan kondisi ekonomi, sosial, politik, agama, dan lainnya yang terjadi pada masa orde lama pimpinan Soekarno.
Saya hampir lupa menjelaskan mengapa judul yang saya ambil adalah sayap kanan vs sayap kiri atau islam vs komunisme. Secara tidak langsung penggambaran surga seolah seolah-olah mereprentasi kaum-kaum islam yang tidak suka dengan ideologi Nasakom yang dibawa soekarno pada orde lama (orla).
“Apa dosa mereka gerangan? Betapa malang nasib umat hamba, ya Tuhan!”
“Jiwa-jiwa mereka kabarnya mambu Nasakom. Keracunan Nasakom!”
“Nasakom? Racun apa itu, ya Tuhan! Iblis laknat mana meracuni jiwa mereka. (Muhammad saw. nampak gusar sekali. Tinju mengepal). Usman, Umar, Ali! Asah pedang kalian tajam-tajam!”
Dari percakapan Nabi Muhammad dan Tuhan di atas bisa diartikan secara langsung. Surga yang seolah-olah mepresentasi umat muslim menganggap bahwa Nasakom yang dibawa Soekarno adalah sebuah racun. Dan dimulailah perjalanan Nabi Muhammad dan Jibril di bumi, melihat bagaimana dampak racun yang bernama Nasakom tersebut.
Kebebasan berekspresi yang diciptakan Ki Pandji Kusmin dalam cerpen ini sempat tak terealisasi karena dilarang terbit di Sumatera Utara pada 12 Oktober dan beberapa grup remaja Islam menyerang kantor Sastra di Jakarta. Hal itu dianggap melecehkan agama Islam dengan penggambaran Allah, Nabi Muhammad, dan Jibril dalam cerpen tersebut. Sebenarnya, pelecehan itu relatif. Ada yang menganggap bahwa karya tersebut fiksi sehingga tak masalah bila penggambaran jauh dari kenyataannya. Namun, ada yang berpendapat bahwa bila karya tersebut fiksi sekalipun, tetap saja harus pada kaidah yang sebenarnya. Keyakinan bila disinggung dalam karya memang sedikit membahayakan. Pasalnya, ada ketidaksamaan terhadap satu hal dari kenyataan dengan karya akan dianggap bahwa itu melecehkan.
Banyak hal-hal yang mengganjal di dalam cerpen ini, dan tidak ada ceritanya dalam Islam sendiri. Seperti pada kalimat “Tuhan hanya mengangguk-angguk, senyum penuh pengertian –penuh kebapaan”. Dua kata yang membuat saya sedikit menarik bibir ke atas, penuh kebapaan, dua kata ini pada kenyataannya tidak bisa sama sekali digambarkan sebagai Allah. Sekali lagi, di awal cerpen ini menyebut nama Allah bukan Bapa Yesus.
Dijelaskan dalam firman-Nya: “Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Mahaesa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia” (QS. Al Ikhlas, 112: 1:4).
-Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia-. Jadi, melenceng jauh dari Islam dimana Allah swt tidak bisa disetarakan dengan siapapun. Mungkin, ini disebabkan karena Ki Pandji Kusmin sempat di Sekolah Dasar Katolik yang membuatnya mengekspresikan Allah seperti itu. Selain itu, ada beberapa yang melenceng dari Islam secara cerita dalam cerpen ini, seperti malaikat Jibril yang sudah tua dan ketika penggambaran Tuhan memakai kacamata model kuno dari emas. Penggambaran memakai kacamata sendiri seakan-akan Allah tak sempurna sehingga memerlukan kacamata.
Dia-lah Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dia mempunyai al-asmaaul husna (nama-nama yang baik).” (QS. Thaahaa [20]: 8)
Dimana Allah Al Qawiyyu, Yang Maha Kuat dan Al Matiin, Yang Maha Kokoh. Tidak ada dasarnya Allah tak sempurna, membutuhkan benda seperti kacamata. Kacamata bergaya? Allah Al Majiid, Yang Maha Mulia.
Menurut saya pribadi, cerpen ini memang bukan untuk melecehkan agama Islam. Hanya cara pembukaan cerpen tersebut saja yang memang seperti itu. Selebihnya, 3/4  isi cerpen ini mengisahkan tentang keadaan dimana Soekarno menerapkan ideologi Nasakom. Kritik yang tajam dan menggelitik itu yang menarik. Pada saat Nabi Muhammad dan Jibril akan ke bumi menggunakan buroq-kuda, ada semacam upacara pelepasan yang dilepas dengan pidato dari Nabi Adam as.

Referensi:

0 comments:

Post a Comment