Friday, April 15, 2016

Keadaan Indonesia dalam Puisi Kesaksian Tahun 1967 “Blues untuk Bonnie” Karya WS Rendra



KESAKSIAN TAHUN 1967
Oleh : WS Rendra

Dunia yang akan kita bina adalah dunia baja
kaca dan tambang-tambang yang menderu
Bumi bakal tidak lagi perawan,tergarap dan terbukasebagai lonte yang merdeka
Mimpi yang kita kejar, mimpi platina berkilatan
Dunia yang kita injak, dunia kemelaratan
Keadaan yang menyekap kita, rahang serigala yang menganga

Nasib kita melayang seperti awan
Menantang dan menertawakan kita,menjadi kabut dalam tidur malam, menjadi surya dalam kerja siangnya
Kita akan mati dalam teka-teki nasib inidengan tangan-tangan yang angkuh dan terkepal
Tangan-tangan yang memberontak dan bekerja
Tangan-tangan yang mengoyak sampul keramatdan membuka lipatan surat suciyang tulisannya ruwet tak bisa dibaca


W.S Rendra atau Willibrordus Surendra Broto Rendra, lahir di Solo, 7 November 1935 adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai Burung Merak. Mengganti singkatan dari W.S nya menjadi Wahyu Sulaiman setelah Rendra menjadi seorang muslim ketika menikahi istri keduanya.
Dari semua puisi karya W.S Rendra, ada salah satu puisinya yang berisi kritik sosial politik pada tahun 1967 yakni, “Kesaksian Tahun 1967”. Suatu karya tidak akan tercipta secara tidak sengaja, melainkan ada unsur kesengajaan di dalamnya. Puisi “Kesaksian Tahun 1967” karya W.S Rendra pun begitu. Rendra sengaja menulis puisi tersebut untuk meluapkan apa yang ada dalam pikirannya. Membuat masyarakat Indonesia pada saat itu sadar akan keadaan negaranya. Dan memang pada tahun 1967 merupakan masa transisi antara orde lama dan orde baru, dimana orde baru digunakan untuk membatasi masa pemerintahan presiden pertama, Ir. Soekarno dengan presiden kedua yakni, Soeharto.Akibat dari penerapan orde baru ini banyak penyelewengan dari masa orde lama ini, ideologi pancasila tidak lagi menjadi patokan dan sedikit pudar.

Sepulang WS Rendra dari Amerika karena studinya yang mendapat beasiswa di American Academy of Dramatical Art, ia sempat mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Pada masa orde baru, Bengkel Teater mendapat tekanan politik sehingga tidak aktif. Mendapat tekanan disini karena Rendra memiliki daya kritis terhadap rezim Soeharto yang diungkapkan lewat naskah teaternya seperti Mastodon dan Burung Kondor, Sekda, dan Perjuangan Suku Naga yang berbicara soal rakyat kecil dijadikan posisi sebagai korban dalam pembangunan. Sejak saat itu, Rendra dianggap berbahaya.
Kata “dunia baja” dalam puisinya berarti satu ungkapan keadaan Indonesia yang sedang gempar dan kerasnya layaknya sebuah baja pada tahun 1967. Para mahasiswa yang bergejolak pada tahun itu diibaratkan dengan kata “kaca dan tambang-tambang yang menderu”. Rendra mengandaikan keadaan Indonesia pada masa orde baru sebagai lonte. Memang kata tersebut sedikit vulgar untuk digunakan, Rendra punya perandaian kata sendiri yang langsung menusuk ketika membacanya. Namun, arti dari lonte sendiri memang sesuatu yang sedang dijajahi, Indonesia saat itu tidak lagi menerapkan Pancasila, terbuka pada masuknya segala macam unsur.
Platina merupakan besi yang tidak berkarat. Diberi perandaian platina berkilat untuk mimpi yang dikejar Indonesia pada masa itu, mimpi yang tak pernah terlupakan, mimpi untuk Indonesia tetap bersatu dalam satu bangsa. Pada bait berikutnya benar-benar menjelaskan bagaimana Indonesia pada tahun 1967. “Dengan tangan-tangan yang angkuh” ada potongan salah satu bait dalam puisi tersebut, tangan-tangan yang angkuh di sini berarti para pemegang masa orde baru. Membuat Indonesia melarat dan berhadapan dengan rahang serigala yang menganga. Serigala merupakan satu hewan yang menyeramkan bagi siapapun, maka dari itu masa orde baru diibaratkan oleh Rendra sebagai Serigala menganga.
Pada kata “surat suci yang tulisannya ruwet tak bisa dibaca”, menurut saya maksud dari Rendra ialah kitab suci Al-Quran. Rendra berkata tulisannya ruwet tak bisa dibaca karena Rendra seorang mualaf, mungkin ia masih sedikit bingung dengan isi yang ada dalam kitab suci Al-Quran.
W.S Rendra memang seseorang yang dikenal lebih mendekatkan diri pada masyarakat, karena pada saat di Amerika Rendra mempelajari ilmu Sosiologi. Maka dari itu, banyak puisinya yang menceritakan tentang berbagai lapis sosial masyarakat. Seperti contohnya saja puisi-puisi dalam buku Blues untuk Bonnie yang salah satu puisinya yakni, Kesaksian Tahun 1967. Ada puisi Pesan Pencopet pada Pacarnya dimana mengisahkan tentang kisah percintaan pencopet dengan pacarnya yang bernama Sitti, tentu saja diambil dari sudut pandang pencopet itu. Lalu ada puisi berjudul “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta”, Rendra seperti mengajak para pelacur untuk segera bangkit.

0 comments:

Post a Comment