KESAKSIAN
TAHUN 1967
Oleh : WS Rendra
Dunia yang
akan kita bina adalah dunia baja
kaca dan
tambang-tambang yang menderu
Bumi bakal
tidak lagi perawan,tergarap dan terbukasebagai lonte yang merdeka
Mimpi yang
kita kejar, mimpi platina berkilatan
Dunia yang
kita injak, dunia kemelaratan
Keadaan yang
menyekap kita, rahang serigala yang menganga
Nasib kita
melayang seperti awan
Menantang
dan menertawakan kita,menjadi kabut dalam tidur malam, menjadi surya dalam
kerja siangnya
Kita akan
mati dalam teka-teki nasib inidengan tangan-tangan yang angkuh dan terkepal
Tangan-tangan
yang memberontak dan bekerja
Tangan-tangan
yang mengoyak sampul keramatdan membuka lipatan surat suciyang tulisannya ruwet
tak bisa dibaca
W.S Rendra atau Willibrordus
Surendra Broto Rendra, lahir di Solo, 7 November 1935 adalah penyair ternama
yang kerap dijuluki sebagai Burung Merak. Mengganti singkatan dari W.S nya
menjadi Wahyu Sulaiman setelah Rendra menjadi seorang muslim ketika menikahi
istri keduanya.
Dari semua puisi karya W.S Rendra,
ada salah satu puisinya yang berisi kritik sosial politik pada tahun 1967
yakni, “Kesaksian Tahun 1967”. Suatu karya tidak akan tercipta secara tidak
sengaja, melainkan ada unsur kesengajaan di dalamnya. Puisi “Kesaksian Tahun
1967” karya W.S Rendra pun begitu. Rendra sengaja menulis puisi tersebut untuk
meluapkan apa yang ada dalam pikirannya. Membuat masyarakat Indonesia pada saat
itu sadar akan keadaan negaranya. Dan memang pada tahun 1967 merupakan masa
transisi antara orde lama dan orde baru, dimana orde baru digunakan untuk
membatasi masa pemerintahan presiden pertama, Ir. Soekarno dengan presiden
kedua yakni, Soeharto.Akibat dari penerapan orde baru ini banyak penyelewengan
dari masa orde lama ini, ideologi pancasila tidak lagi menjadi patokan dan
sedikit pudar.
Sepulang WS Rendra dari Amerika
karena studinya yang mendapat beasiswa di American Academy of Dramatical Art,
ia sempat mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Pada masa
orde baru, Bengkel Teater mendapat tekanan politik sehingga tidak aktif.
Mendapat tekanan disini karena Rendra memiliki daya kritis terhadap rezim
Soeharto yang diungkapkan lewat naskah teaternya seperti Mastodon dan Burung
Kondor, Sekda, dan Perjuangan Suku Naga yang berbicara soal rakyat kecil
dijadikan posisi sebagai korban dalam pembangunan. Sejak saat itu, Rendra
dianggap berbahaya.
Kata “dunia baja” dalam puisinya
berarti satu ungkapan keadaan Indonesia yang sedang gempar dan kerasnya
layaknya sebuah baja pada tahun 1967. Para mahasiswa yang bergejolak pada tahun
itu diibaratkan dengan kata “kaca dan tambang-tambang yang menderu”. Rendra
mengandaikan keadaan Indonesia pada masa orde baru sebagai lonte. Memang kata
tersebut sedikit vulgar untuk digunakan, Rendra punya perandaian kata sendiri
yang langsung menusuk ketika membacanya. Namun, arti dari lonte sendiri memang
sesuatu yang sedang dijajahi, Indonesia saat itu tidak lagi menerapkan
Pancasila, terbuka pada masuknya segala macam unsur.
Platina merupakan besi yang tidak
berkarat. Diberi perandaian platina berkilat untuk mimpi yang dikejar Indonesia
pada masa itu, mimpi yang tak pernah terlupakan, mimpi untuk Indonesia tetap
bersatu dalam satu bangsa. Pada bait berikutnya benar-benar menjelaskan
bagaimana Indonesia pada tahun 1967. “Dengan tangan-tangan yang angkuh” ada
potongan salah satu bait dalam puisi tersebut, tangan-tangan yang angkuh di
sini berarti para pemegang masa orde baru. Membuat Indonesia melarat dan
berhadapan dengan rahang serigala yang menganga. Serigala merupakan satu hewan
yang menyeramkan bagi siapapun, maka dari itu masa orde baru diibaratkan oleh
Rendra sebagai Serigala menganga.
Pada kata “surat suci yang
tulisannya ruwet tak bisa dibaca”, menurut saya maksud dari Rendra ialah kitab
suci Al-Quran. Rendra berkata tulisannya ruwet tak bisa dibaca karena Rendra
seorang mualaf, mungkin ia masih sedikit bingung dengan isi yang ada dalam
kitab suci Al-Quran.
W.S Rendra memang seseorang yang
dikenal lebih mendekatkan diri pada masyarakat, karena pada saat di Amerika
Rendra mempelajari ilmu Sosiologi. Maka dari itu, banyak puisinya yang
menceritakan tentang berbagai lapis sosial masyarakat. Seperti contohnya saja
puisi-puisi dalam buku Blues untuk Bonnie yang salah satu puisinya yakni,
Kesaksian Tahun 1967. Ada puisi Pesan Pencopet pada Pacarnya dimana mengisahkan
tentang kisah percintaan pencopet dengan pacarnya yang bernama Sitti, tentu
saja diambil dari sudut pandang pencopet itu. Lalu ada puisi berjudul
“Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta”, Rendra seperti mengajak para pelacur
untuk segera bangkit.
0 comments:
Post a Comment